Rabu, 22 Juni 2011

17 is seventeen

angan yang terhembus
tak kembali lagi
bayang yang terkenang
harus ku lupakan
janji yang tersemat
hanya tinggal janji
tak terusik
tak bergeming
17
dia semakin mendekat
tapi akan menjauh
terkuburlah dalam liang hati
biarkan terbengkalai tak dikunjungi lagi
rasa yang harus
tertanam mati
mewangi untuk hariku
DULU....
kulepaskan
meski tak rela
ku lepaskan
tak ku genggam lagi
ku lepaskan
biarkannya pergi
ke jiwa yang tlah ia pilih
menjadi bagian jiwanya
biarkan senyumku
menjadi senyum bahagia untuknya
biarkan tangisku
menjadi tangis kebahagiaannya
dan biarkan lukaku
temukan penyembuhnya
pilihan yang yang harus dipilih
meski kau tak memilih
itulah pilihanmu
untuk hidup dalam ikatan
yang tak mungkin
ku jejaki lagi.
biarlah secercah kenangan itu
menjadi bukti
bahwa cinta tak harus memliki
wish u happy forever
my memory

Jumat, 17 Juni 2011

ASKEP TB PARU

TUGAS KELOMPOK KMB
Tentang
TUBERKULOSIS PARU







DISUSUN OLEH KELOMPOK 9 :
SISKA SENTIA PUTRI SELA
SOLEHA

DOSEN PEMBIMBING : Ns, SRI YANTI Sp.Kep MB

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKes) PAYUNG NEGERI PEKANBARU
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
2011
KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan atas rahmat dan izin Allah SWT, kami selaku penulis dapat menyelesaikannya tepat pada waktunya.
Makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan Tuberkulosis Paru”. Membahas mengenai bagaimana memberikan asuhan keperawatan yang tepat, bagaimana gangguan tersebut dapat terjadi. Tidak lupa kami selaku penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada pihak-pihak yang mendukung Makalah ini, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pihak.
‘’ Tak ada Gading yang tak Retak ‘’ kami menyadari Makalah ini masih memiliki kesalahan, untuk itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak demi kesempurnaan makalah-makalah selanjutnya.




Pekanbaru, 19 Mei 2011

KELOMPOK 9






DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR......................................................................................................
DAFTAR ISI....................................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang......................................................................................................
B. Tujuan penulisan..................................................................................................
BAB II TINJAUAN TEORITIS
1. Defenisi...............................................................................................................
2. Etiologi................................................................................................................
3. Klasifikasi............................................................................................................
4. Patofisiologi/ WOC.............................................................................................
5. Manifestasi Klinis................................................................................................
6. Pemeriksaan penunjang dan Diagnosis...............................................................
a. Pengkajian...............................................................................................
b. Analisa Data............................................................................................
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan.........................................................................................................
B. Saran..................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................







BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit tuberkulosis adalah penyakit yang sangat epidemik karena kuman mikrobakterium tuberkulosa telah menginfeksi sepertiga penduduk dunia. Program penanggulangan secara terpadu baru dilakukan pada tahun 1995 melalui strategi DOTS (directly observed treatment shortcourse chemoterapy), meskipun sejak tahun 1993 telah dicanangkan kedaruratan global penyakit tuberkulosis. Kegelisahan global ini didasarkan pada fakta bahwa pada sebagian besar negara di dunia, penyakit tuberkulosis tidak terkendali, hal ini disebabkan banyak penderita yang tidak berhasil disembuhkan, terutama penderita menular (BTA positif).

Pada tahun 1995, diperkirakan setiap tahun terjadi sekitar sembilan juta penderita dengan kematian tiga juta orang (WHO, 1997). Di negara-negara berkembang kematian karena penyakit ini merupakan 25 % dari seluruh kematian, yang sebenarnya dapat dicegah. Diperkirakan 95 % penyakit tuberkulosis berada di negara berkembang, 75 % adalah kelompok usia produktif (15-50 tahun). Tuberkulosis juga telah menyebabkan kematian lebih banyak terhadap wanita dibandingkan dengan kasus kematian karena kehamilan, persalinan dan nifas.

Di Indonesia pada tahun yang sama, hasil survey kesehatan rumah tangga (SKRT) menunjukkan bahwa penyakit tuberkulosis merupakan penyebab kematian nomor tiga setelah penyakit jantung dan penyakit infeksi saluran pernapasan pada semua kelompok usia, dan nomor satu dari golongan penyakit infeksi. WHO memperkirakan setiap tahun menjadi 583.000 kasus baru tuberkulosis dengan kematian sekitar 140.000. Secara kasar diperkirakan setiap 100.000 penduduk Indonesia terdapat 130 penderita baru tuberkulosis dengan BTA positif.

B. Tujuan Penulisan

1. Tujuan umum
Untuk mengetahui serta memahami secara keseluruhan tentang asuhan keperawatan penyakit Tuberkulosa Paru.

2. Tujuan khusus
1. Mahasiswa mengetahui pengertian tuberkulosa paru.
2. Mahasiswa mengetahui penyebab (Etiologi) terjadinya tuberkulosa paru.
3. Mahasiswa mengetahui klasifikasi Tuberkulosa paru.
4. Mahasiswa mengetahui dan memahami patofisiologi Tuberkulosa paru.
5. Mahasiswa mengetahui dan memahami manifestasi klinis Tuberkulosa paru.














BAB II
TINJAUAN TEORITIS

A. Defenisi
Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru-paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, kebanyakan menyerang struktur alveolar paru. Basil tuberkel ini berukuran 0,3 x 2 sampai 4 μm, ukuran ini lebih kecil dari satu sel darah merah. (Brunner & Suddarth 2001).
B. Etiologi
Mycobacterium yang bersifat tahan asam dan lebih tahan terhadap gangguan kimia dan fisik. sifat kuman ini adalah aerob, bentuk batang dengan ukuran panjang 1 – 4 mili micron dan tebal 0, 3 – 0,6 mili micron. M tuberculosis senang tinggal didaerah apeks paru-paru yang kandungan oksigennya tinggi. Daerah tersebut menjadi tempat yang kondusif untuk tempat tuberkulosis.
Ada dua jenis yaitu :
a. Mycobacterium tuberkulosis hominis, merupakan sebagian besar kasus TB.
b. Mycobacterium tuberkulosis bovis, TB orofaring dan intestinum.
(Prof.dr.Arjatmo Tjokronegoro,Ph.D,Sp.And dan dr.Hendra Utama, spFK)

C. Klasifikasi
Klasifikasi ini penting karena merupakan salah satu faktor determinan untuk menetapkan strategi terapi. Klasifikasi TB Paru dibagi sebagai berikut:
a. TB Paru BTA Positif
Dengan kriteria:
1) Dengan atau tanpa gejala klinik.
2) BTA positif: mikroskopik positif 2 kali, mikroskopik positif 1 kali disokong biakan positif satu kali atau disokong radiologik positif 1 kali.
3) Gambaran radiologik sesuai dengan TB paru.

b. TB Paru BTA Negatif
Dengan kriteria:
1) Gejala klinik dan gambaran radilogik sesuai dengan TB Paru aktif.
2) BTA negatif, biakan negatif tetapi radiologik positif.

c. Bekas TB Paru
Dengan kriteria:
1) Bakteriologik (mikroskopik dan biakan) negative.
2) Gejala klinik tidak ada atau ada gejala sisa akibat kelainan paru.
3) Radiologik menunjukkan gambaran lesi TB inaktif, menunjukkan serial foto yang tidak berubah.
4) Ada riwayat pengobatan OAT yang adekuat (lebih mendukung).
( http://www.fkep.unpad.ac.id/2008/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-tbc-paru/.11 Mei 2011).


D. Patofisiologi / WOC
Penularan terjadi karena kuman dibatukkan atau dibersinkan keluar menjadi droflet nuklei dalam udara. Partikel infeksi ini dapat menetap dalam udara bebas selama 1 – 2 jam, tergantung ada atau tidaknya sinar ultra violet. dan ventilasi yang baik dan kelembaban. Dalam suasana yang gelap dan lembab kuman dapat bertahan sampai berhari – hari bahkan berbulan, bila partikel infeksi ini terhisap oleh orang yang sehat akan menempel pada alveoli kemudian partikel ini akan berkembang bisa sampai puncak apeks paru sebelah kanan atau kiri dan dapat pula keduanya dengan melewati pembuluh limfe, basil berpindah kebagian paru – paru yang lain atau jaringan tubuh yang lain.

Setelah itu infeksi akan menyebar melalui sirkulasi, yang pertama terangsang adalah limfokinase, yaitu akan dibentuk lebih banyak untuk merangsang macrofage, berkurang tidaknya jumlah kuman tergantung pada jumlah macrofage. Karena fungsinya adalah membunuh kuman / basil apabila proses ini berhasil & macrofage lebih banyak maka klien akan sembuh dan daya tahan tubuhnya akan meningkat.

Tetapi apabila kekebalan tubuhnya menurun maka kuman tadi akan bersarang didalam jaringan paru-paru dengan membentuk tuberkel (biji – biji kecil sebesar kepala jarum).Tuberkel lama kelamaan akan bertambah besar dan bergabung menjadi satu dan lama-lama timbul perkejuan ditempat tersebut.apabila jaringan yang nekrosis dikeluarkan saat penderita batuk yang menyebabkan pembuluh darah pecah, maka klien akan batuk darah (hemaptoe). (Robbins,Cotran,Kumar. Edisi 5, 2000).















WOC






















E. Manifestasi Klinis
Gambaran klinik TB paru dapat dibagi menjadi 2 golongan, yaitu gejala respiratorik dan gejala sistemik:
a. Gejala respiratorik
Meliputi:
1) Batuk.
Gejala batuk timbul paling dini dan merupakan gangguan yang paling sering dikeluhkan. Mula-mula bersifat non produktif kemudian berdahak bahkan bercampur darah bila sudah ada kerusakan jaringan.
2) Batuk darah.
Darah yang dikeluarkan dalam dahak bervariasi, mungkin tampak berupa garis atau bercak-bercak darah, gumpalan darah atau darah segar dalam jumlah sangat banyak. Batuk darah terjadi karena pecahnya pembuluh darah. Berat ringannya batuk darah tergantung dari besar kecilnya pembuluh darah yang pecah.
3) Sesak napas.
Gejala ini ditemukan bila kerusakan parenkim paru sudah luas atau karena ada hal-hal yang menyertai seperti efusi pleura, pneumothorax, anemia dan lain-lain.
4) Nyeri dada.
Nyeri dada pada TB paru termasuk nyeri pleuritik yang ringan. Gejala ini timbul apabila sistem persarafan di pleura terkena.

b. Gejala sistemik
Meliputi:
1) Demam.
Merupakan gejala yang sering dijumpai biasanya timbul pada sore dan malam hari mirip demam influenza, hilang timbul dan makin lama makin panjang serangannya. Sedangkan masa bebas serangan makin pendek.
2) Gejala sistemik lain.
Keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan serta malaise.Timbulnya gejala biasanya gradual dalam beberapa minggu-bulan, akan tetapi penampilan akut dengan batuk, panas, sesak napas walaupun jarang dapat juga timbul menyerupai gejala pneumonia.
Gejala klinis Haemoptoe:
Kita harus memastikan bahwa perdarahan dari nasofaring dengan cara membedakan ciri-ciri sebagai berikut :
1. Batuk darah.
a. Darah dibatukkan dengan rasa panas di tenggorokan.
b. Darah berbuih bercampur udara.
c. Darah segar berwarna merah muda.
d. Darah bersifat alkalis.
e. Anemia kadang-kadang terjadi.
f. Benzidin test negatif.

2. Muntah darah (Hematemesis)
a. Darah dimuntahkan dengan rasa mual.
b. Darah bercampur sisa makanan.
c. Darah berwarna hitam karena bercampur asam lambung.
d. Darah bersifat asam.
e. Anemia seriang terjadi.
f. Benzidin test positif.

3. Epistaksis.
a. Darah menetes dari hidung.
b. Batuk pelan kadang keluar.
c. Darah berwarna merah segar.
d. Darah bersifat alkalis.
e. Anemia jarang terjadi.

F. Pemeriksaan penunjang dan Diagnosis
a. Kultur sputum : positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.
b. Ziehl Neelsen : (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
c. Test kulit : (PPD, Mantoux, potongan vollmer) ; reaksi positif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda.
d. Elisa / Western Blot : dapat menyatakan adanya HIV.
e. Foto thorax ; dapat menunjukan infiltrsi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan lebih luas TB dapat masuk rongga area fibrosa.
f. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urien dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tubrerkulosis.
g. Biopsi jarum pada jarinagn paru ; positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
h. Elektrosit, dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex ;Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
i. Pemeriksaan fungsi pada paru ; penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).


G. Penatalaksanaan
a. Penyuluhan.
b. Pencegahan.
c. Pemberian obat-obatan :
1) OAT ( Obat Anti Tuberkulosis ).
2) Bronkodilator.
3) Ekspektoran.
4) OBH ( Obat Batuk Hitam ).
5) Vitamin.
d. Fisioterapi dan rehabilitasi.
e. Konsultasi secara teratur.

H. Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1) Data Pasien
Penyakit tuberkulosis (TB) dapat menyerang manusia mulai dari usia anak sampai dewasa dengan perbandingan yang hampir sama antara laki-laki dan perempuan.
Tuberkulosis pada anak dapat terjadi diusia berapapun, namun usia paling umum adalah antara 1-4 tahun. Anak-anak lebih sering mengalami TB luar paru-paru (extrapulmonary) dibanding TB paru-paru dengan perbandingan 3:1.Hal ini sering ditemukan pada usia < 3 tahun. 2) Riwayat Kesehatan a) Demam : Subfebris, febris ( 40-41ºC ) hilang timbul. b) Batuk : Terjadi karena adanaya iritasi pada bronkhus. c) Sesak nafas : Bila sudah lanjut dimana infiltrasi radang sampai setengah paru-paru. d) Nyeri dada : jarang ditemukan, nyeri akan timbul bila infiltrasi radang sampai ke pleura sehingga menimbulkan pleuritis. e) Malaise : ditemukan berupa anoreksia, nafsu makan menurun, berat badan menurun, sakit kepala, nyeri otot, dan keringat malam. f) Sianosis,sesak napas ,dan kolaps merupakan gejala atelektasis. g) Perlu ditanyakan dengan siapa pasien tinggal, karena biasanya penyakit ini muncul bukan karena sebagai penyakit keturunan tetapi merupakan penyakit infeksi menular. 3) Pemeriksaan Fisik a) Pada tahap dini sulit diketahui. b) Ronchi basah, kasar dan nyaring. c) Hipersonor/Timpani bila terdapat kavitas yang cukup dan pada auskultasi memberikan suara umforik. d) Pada keadaan lanjut terjadi atropi, retraksi interkostal, dan fibrosis. e) Bila mengenai pleura terjadi effusi pleura ( perkusi memberikan suara pekak ). 4) Pemeriksaan Tambahan a) Sputum Culture : Untuk memastikan apakah keberadaan M. Tuberculosis pada stadium aktif. b) Ziehl nessen : positif untuk BTA. c) Skin test ( PPD,mantoux, tine, and vollmer patch ) : reaksi positif (area indurasi 10 mm atau lebih, timbul 48-72 jam setelah injeksi antigen intradermal) mengindikasikan infeksi lama dan adanya antibodi,tetapi tidak mengidentifikasikan penyakit sedang aktif. d) Chest X-ray : dapat memperlihatkan infiltrasi kecil pada lesi awal dibagian atas paru-paru, deposit kalsium pada lesi primer yang membaik atau cairan pleura. Perubahan yang mengidentifikan TB yang lebih berat dapat mencakup area berlubang dan fibrosa. Foto rontgen TB Paru e) Histologi atau kultur jaringan ( termasuk tumbuh lambung, urine dan CSF, serta biopsi kulit ): posisi untuk M.Tuberkulosis. f) Needle Biopsi of lung tissue : Positif untuk granuloma TB, adanya sel-sel besar yang mengindikasikan nekrosis. g) Elektrolit : mungkin abnormal tergantung dari lokasi dan beratnya infeksi; misalnya hiponatremia mengakibatkan retensi air, dapat ditemukan pada TB paru-paru kronis lanjut. h) ABGs : mungkin abnormal, tergantung lokasi, berat dan sisa kerusakan paru-paru. i) Bronkografi : merupakan pemeriksaan khusus untuk melihat kerusakan bronkhus atau kerusakan paru-paru karena TB. j) Darah : lekositosis,LED meningkat. k) Test fungsi paru-paru : VC menurun, dead space meningkat, TLC meningkat, dan menurunnya saturasi O2 yang merupakan gejala sekunder dari fibrosis / infiltrasi parenkim paru-paru dan penyakit pleura. b. Diagnosa keperawatan dana Analisa Data 1) Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan : a) Sekret kental atau mengandung darah. b) Fatigue. c) Kemampuan batuk kurang. d) Edema trakhea/faring. Ds : a) Pasien mengeluh batuk. b) Pasien mengeluh sesak nafas. c) Pasien mengatakan adanya sekret disaluran nafas. Do: a) Saluran nafas abnormal ( ronchi/rales,wheezing ). b) Frekuensi nafas .....x/menit (> dari normal dengan irama reguler/irreguler).
c) Dispnea.

Tujuan :
1. Jalan nafas bersih dan efektif setelah.....hari perawatan, dengan kriteria :
a. Pasien menyatakan bahwa batuk berkurang/hilang,tidak ada sesak dan sekret berkurang.
b. Suara napas normal ( vesikuler ).
c. Frekuensi napas 16-20 kali permenit (dewasa).
d. Tidak ada dispnea.




Intervensi :
Independen :
a. Mengkaji fungsi respirasi antara lain suara,jumlah irama, dan kedalaman napas serta catatan mengenai penggunaan otot napas tambahan.
b. Mencatat kemampuan untuk mengeluarkan sekret/batuk secara efektif.
c. Mengatur posisi tidur semi atau high fowler, membantu pasien untuk berlatih batuk secara efektif dan menarik napas dalam.
d. Membersihkan sekret dari dalam mulut dan trakhea, suction jika memungkinkan.
e. Memberikan minumkurang lebih 2.500 ml/hari,menganjurkan untuk minum dalam kondisi hangat jika tidak ada kontra indikasi.
Kolaborasi :
a. Memberikan O2 udara inspirasi yang lembab.
b. Memberikan pengobatan atas indikasi :
1) Agen mukolitik.
2) Bronkodilator.
3) Kortikosteroid.
c. Memberikan agen anti-infeksi.
Rasional :
a. Adanya perubahan fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit yang masih dalam kondisi penanganan penuh.
b. Ketidakmampuan mengeluarkan sekret menjadikan timbulnya penumpukan berlebihan pada saluran pernapasan.
c. Posisi semi/high fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal akibat diafragma turun kebawah batuk efektif mempermudah ekspektorasi mukus.
d. Pasien dalam kondisi sesak cenderung untuk bernafas melalui mulut yang jika tidak ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatis.
e. Air digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan banyak keluar melalui pernapasan.Air hangata akan mempermudah pengenceran sekret melalui proses konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh mukus/sekret.

2) Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan :
a) Perasaan mual.
b) Batuk produktif.

Ds:
a) Pasien mengatakan tidak nafsu makan
b) Pasien mengatakan makanan yag disediakan tidak habis
Do:
a) Adanya sisa makanan dalam tempat makan pasien ( makan < dari porsi yang dianjurkan ). b) Adanya penurunan berat badan ( tidak selalu muncul ). c) Penurunan Laboratorium darah ( Albuminemia ). Tujuan : 1. Keseimbangan nutrisi terjaga setelah ....hari perawatan dengan kriteria : a. Perasaan mual hilang/berkurang b. Pasien mengatakan nafsu makanmeningkat. c. Berat badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dean cenderung stabil. d. Pasien terlihat dapat menghabiskan porsi makan yang disediakan. e. Hasil analisis laboratorium protein darah/albumin darah dalam rentang normal. Intervensi : Independent : a. Mendokumentasikan status nutrisi pasien, serta mencatat turgor kulit, serta mencatat turgor kulit, berat badan saat ini, tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea/vomit atau diare.Memonitor intake-output dan berat badan secara terjadwal. b. Memberikan oral care sebelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori. c. Menganjurkan makan sedikit tapi sering denagn diet TKTP. d. Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontraindikasi. Kolaborasi a. Mengajukan kepada ahli gizi untuk menetukan komposisi diet. b. Memonitor pemeriksaan laboratorium, misal : BUN, serum protein, dan albumin. c. Memberikan vitamin sesuai indikasi. Rasional : Independen : a. Menjadi data fokus untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya. b. Meningkatkan kenyamanan daerah mulut sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan. c. Meningkatkan intake makanan dan nutrisi paisen terutama kadar protein tinggi yang dapat meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan. d. Merangsang pasien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sebagai sumber energi bagi penyembuhan. Kolaborasi : a. Menentukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien. b. Mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan kadar protein darah . c. Meningkatkan komposisi tubuh akan kebutuhan vitamin dan nafsu makan pasien. 3) Resiko Penyebaran infeksi berhubungan dengan : a) Tidak adekuatnya mekanisme pertahanan diri, menurunnya aktifitas silia/sekret statis. b) Kerusakan jaringan atau terjadi infeksi lanjutan. c) Malnutrisi. d) Paparan lingkungan. e) Kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen. Tujuan : 1. Penyebaran infeksi tidak terjadi selama perawatan dengan kriteria : a. Pasien dapat memperlihatkan prilaku sehat ( menutup mulut ketika batuk atau bersin ). b. Tidak muncul tanda-tanda infeksi lanjutan. c. Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita. Intervensi : Independen : a. Mengkaji patologi penyakit ( fase aktif/inaktif ) dan potensial penyebaran infeksi melalui airborne droplet selama batuk, bersin, meludah, berbicara, tertawa,dll. b. Mengidentifikasikan risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan teman dekat. Menginstruksikan kepada pasien jika batuk/bersin, maka ludahkan ke tissue. c. Menganjurkan penggunaan tissue untuk membuang sputum mereview pentingnya mengontrol infeksi, misalnya dengan menggunakan masker. d. Memonitor suhu sesuai indikasi. Rasional : a. Untuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh pasien sudah terbebas dari kuman tuberkulosis. b. Mengurangi risiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien. c. Penyimpanan sputum pada wadah yang terdesinfeksi dan penggunaan masker dapat meminimalkan penyebaran infeksi melalui droplet. d. Peningkatan suhu menandakan terjadinya infeksi sekunder. 4) Resiko gangguan harga diri berhubungan dengan : a) Image negatif tentang penyakit. b) Perasaan malu. Tujuan : 1. Harga diri pasien dapat terjaga/tidak terjadi gangguan harga diri, dengan kriteria : a. Pasien mendemonstrasikan/menunjukkan aspek positif dari dirinya. b. Pasien mampu bergaul dengan orang lain tanpa merasa malu. Intervensi : Independen : a. Mengkaji ulang konsep diri pasien. b. Memberikan penghargaan pada setiap tindakan yang mengarah kepada peningkatan harga diri. c. Menjelaskan tentang kondisi pasien. d. Melibatkan pasien dalam setiap kegiatan. Rasional : a. Mengetahui aspek diri yang negatif dan positif, memungkinkan perawat menentukan rencana lanjutan. b. Pujian dan perhatian akan meningkatkan harga diri pasien. c. Pengetahuan tentang kondisi diri akan menjadi dasar bagi pasien untuk menentukan kebutuhan bagi dirinya. d. Pelibatan pasien dalam kegiatan akan meningkatkan mekanisme koping pasien dalam menangani masalah. BAB III GAMBARAN KASUS Tuan A berusia 24 tahun tahun bekerja di toko bangunan sebagai pengontrol pemasukan bahan bangunan. Tuan A beragama islam dan belum menikah. Alamat yang ditempatinya sekarang Jl.merak No.9 Kulim. Masuk kerumah sakit dengan keluhan batuk yang tidak kunjung sembuh selama lebih kurang 1bulan, baru baru ini batuk mengeluarkan darah,tidak nafsu makan,badan lemas, sesak nafas, nyeri dada. Selain itu keluarga juga mengatakan tuan A adalah perokok sudah 7 tahun sejak tahun 2004. Dari pemeriksaan didapatkan data BB menurun dari 62 Kg menjadi 60 Kg. Tekanan darah : 130/80 mmHg. Suhu : 40 ̊c. Pernafasan : 32 x/menit. Denyut nadi :108x/menit. Sputum kental bercampur darah, suara nafas : krekels. Pemeriksaan Radiology Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain : a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru. b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler) c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu e. Bayangan milier Foto thorax Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area fibrosa. Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum) Setelah dilakukan kultur jaringan ditemukan adanya koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Ditemukannya kuman mycobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum, positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit. Pemeriksaan lain-lain 1. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat. 2. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis. 3. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis. 4. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru. 5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas). BAB IV PEMBAHASAN KASUS A. PENGKAJIAN Dari kasus tuan A tersebut dapat dilakukan pengkajian sebagai berikut : 1. Data biografi Nama : Tuan A Usia : 24 tahun Agama : islam Pekerjaan :buruh bangunan Status :belum menikah Alamat : Jl.merak No.9 Teluk kuantan Diagnosa medis : Tuberculosis paru Rujukan : keluarga 2. Keluhahan utama Pasien mengeluh batuk terus-menerus sudah lebih dari 1 bulan, batuk berdahak, nyeri dada, serta kelelahan. 3. Riwayat kesehatan Riwayat penyakit dahulu : Tidak pernah dirawat di Rumah sakit Alergi : Pasien tidak pernah mengalami alergi obat. Riwayat penyakit keluarga: Ada keluarga yang menderita TB paru dan ada keluarga yang memiliki kebiasaan merokok Riwayat psikososial a. Pekerjaan Bekerja di daerah penambangan logam berat b. Lokasi geografi Daerah yang berpolusi tinggi dan kumuh. c. Lingkungan tempat tinggal Di tempat tinggal pasien ada keluarga yang menderita TB d. Kebiasaan Pasien memiliki kebiasaan rokok. e. Latihan Pasien mengatakan sering batuk pada saat beraktivitas. 4. Pemeriksaan Fisik Aktivitas/istirahat Gejala : Kelelahan umum dan kelemahan Napas pendek karena kerja Tanda : Takikardi (108 x/mnt) Kelelahan otot, nyeri, dan sesak (tahap lanjut) Nyeri/kenyamanan Gejala : Nyeri dada meningkat karena batuk berulang (skala 6) Tanda : Berhati-hati pada area yang sakit Perilaku distraksi, gelisah Pernapasan Gejala : Batuk, produktif Napas pendek (32 x/mnt) Riwayat terpajang pada individu terinfeksi Tanda : Peningkatan frekuensi pernapasan (penyakit luas atau fibrosis parenkim paru dan pleura). Pengembangan pernapasan tak simetris (effusi pleural). Perkusi pekak dan penurunan fremitus (cairan pleural/penebalan pleural), bunyi napas menurun/tak ada secara bilateral atau unilateral (effusi pleural/pneumotorak). Krekels tercatat di atas apek paru selama inspirasi cepat setelah batuk pendek (krekels postussic). Karakteristik sputum hijau purulen. Inspeksi - Wajah pucat - Tampak terangkat kedua bahunya - Nafas tidak teratur, cepat (32 x/mnt) - Batuk berdahak - Malaise Palpasi - Nyeri dada (skala 6) - Denyut nadi meningkat (108 x/mnt) Aukskultasi - Detak jantung meningkat - Suara krekels, mengii Perkusi - Suara pekak pada dada Pemeriksaan TTV Nadi : 108 x/mnt Tekanan darah : 130/80 mmHg Pernapasan : 32 x/mnt Suhu : 40° Celcius 5. Pemeriksaan Diagnostik/Penunjang Uji Tuberculin mantoux (tes kulit) Tuberculin positif, menunjukkan TBC aktif (area durasi 10 mm) terjadi 48 – 72 jam setelah injeksi intra dermal. (Antigen menunjukan infeksi masa lalu dan adanya anti body tetapi tidak secara berarti menunjukan penyakit aktif. Reaksi bermakna pada pasien yang secara klinik sakit berarti bahwa TB aktif tidak dapat diturunkan atau infeksi disebabkan oleh mycobacterium yang berbeda). BCG Terjadi reaksi cepat (3-7 hari) berupa kemerahan dan indurasi > 5 mm.

Pemeriksaan Radiology
Ditemukan infiltrat dengan pembesaran kelenjar hilus atau para trakeal. Karakteristik radiology yang menunjang diagnostik antara lain :
a. Bayangan lesi radiology yang terletak di lapangan atas paru.
b. Bayangan yang berawan (patchy) atau berbercak (noduler)
c. Kelainan yang bilateral, terutama bila terdapat di lapangan atas paru
d. Bayang yang menetap atau relatif menetap setelah beberapa minggu
e. Bayangan milier

Foto thorax
Dapat menunjukan infiltrasi lesi awal pada area paru atas, simpanan kalsium lesi sembuh primer atau efusi cairan, perubahan menunjukan TB dapat masuk rongga area fibrosa.

Pemeriksaan Bakteriologik (Sputum)
Setelah dilakukan kultur jaringan ditemukan adanya koloni matur akan berwarna krem atau kekuningan seperti kutil dan bentuknya seperti kembang kol. Ditemukannya kuman mycobakterium TBC dari dahak penderita memastikan diagnosis tuberculosis paru. Dilakukan 3 kali pemeriksaan dahak. Kultur sputum, positif untuk mycobakterium pada tahap akhir penyakit.



Pemeriksaan lain-lain
1. Ziehl Neelsen (pemakaian asam cepat pada gelas kaca untuk usapan cairan darah) positif untuk basil asam cepat.
2. Histologi atau kultur jaringan ( termasuk pembersihan gaster ; urine dan cairan serebrospinal, biopsi kulit ) positif untuk mycobakterium tuberkulosis.
3. Biopsi jarum pada jaringan paru, positif untuk granula TB ; adanya sel raksasa menunjukan nekrosis.
4. Elektrosit dapat tidak normal tergantung lokasi dan bertanya infeksi ; ex. Hyponaremia, karena retensi air tidak normal, didapat pada TB paru luas. GDA dapat tidak normal tergantung lokasi, berat dan kerusakan sisa pada paru.
5. Pemeriksaan fungsi pada paru, penurunan kapasitas vital, peningkatan ruang mati, peningkatan rasio udara resido dan kapasitas paru total dan penurunan saturasi oksigen sekunder terhadap infiltrasi parenkhim / fibrosis, kehilangan jaringan paru dan penyakit pleural (TB paru kronis luas).




















B. ANALISA DATA
NO DATA FOKUS ETIOLOGI PROBLEM
1.










2.










3. DATA SUBJEKTIF
a. Pasien mengeluh batuk
b. Pasien mengeluh sesak
c. Pasien mengatakan adanya sekret di saluran nafas
DATA OBJEKTIF
a. Suara nafas abnormal (krekels)
b. Frekuensi nafas 32x/menit
c. Dispnea

DATA SUBJEKTIF :
a. Pasien mengatakan tidak nafsu makan
DATA OBJEKTIF :
a. Adanya penurunan berat badan (tidak selalu muncul).
b. Penurunan laboratorium darah (albuminemia).


DATA SUBJEKTIF:
a. Pasien mengatakan terkadang lupa untuk memakai masker
DATA OBJEKTIF :
b. Pasien tampak jarang memakai masker
Penumpukan sekret










Perasaan mual










Kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen.

Bersihan jalan nafas tidak efektif









Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh








Resiko penyebaran infeksi

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN TTD
1.



2.


3. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan Sekret kental dan mengandung darah

Ketidakseimbangan nutrisi,kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan Perasaan mual

Resiko penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen.















Perencaan
Tujuan Intervensi Rasional
1.Jalan napas bersih dan efektif setelah 3x24 jam perawatan,dengan kriteria :
a. Pasien menyatakan bahwa batuk berkurang/hilang, tidak ada sesak berkurang.
b. Suara napas normal (vesikular).
c. Frekuensi napas 16-20 kali per menit (dewasa).
d. Tidak ada dispnea










































2.Keseimbangan nutrisi terjaga setelah 3x24 jam perawatan dengan kriteria :
a. Perasaan mual hilang/berkurang
b. Pasien mengatakan nafsu makan meningkat
c. Berat badan pasien tidak mengalami penurunan drastis dan cenderung stabil.

d. Hasil analisis laboraturium menyatakan protein darah/albumin darah dalam rentang normal.
















3.Penyebaran infeksi tidak terjadi selama perawatan dengan kriteria :
a. Pasien dapat memperlihatkan prilaku sehat (menutup mulut ketika batuk atau bersin).
b. Tidak muncul tanda tanda infeksi lanjutan.
c. Tidak ada anggota keluarga/orang terdekat yang tertular penyakit seperti penderita.







Independen:
a. Mengkaji fungsi respirasi antara lain suara,jumlah,irama,dan kedalaman napas serta catatan pula mengenai penggunaan otot napas tambahan.

b. Catat kemampuan utk mengeluarkan mukosa/batuk efektif (catat karakter, jmlh sputum, adanya hemoptisis).

c. Berikan pasien posisi semi/fowler tinggi. Bantu pasien utk batuk & latihan napas dalam.



d. Membersihkan sekret dari dalam mulut dan trakhea, suction jika memungkinkan.


e. Pertahankan masukan cairan sedikitnya 2500 ml/hari kecuali kontraindikasi






Kolaborasi :
a. Memberikan O2 udara inspirasi yang lembab.

b. Memberikan pengobatan atas indikasi :
1). Agen mukolitik, misal :Acetilcystein (mucomyst).
2).Bronkodilator, misal : Theophyline, oxthriphyline.
3).kortikosteroid (prednison),misal : Dexamethasone.

c. Memberikan agen antiinfeksi,misal :
1) Obat primer. Isoniazid (INH), Ethamol (EMB), Rifampin (RMP).
2) Pyrazinamide (PZA), para Amino salicilic (PAS), stretomycin.
3) Monitor pemeriksaan laboratorium (sputum).




Independen:
a. Mendokumentasikan status nutrisi pasien, serta mencatat turgor kulit,berat badan saaat ini, tingkat kehilangan berat badan, integritas mukosa mulut, tonus perut, dan riwayat nausea/vomit atau diare. Memonitor intake- output dan berat badan secara terjadwal.

b. Memberikan oral care sebelum dan sesudah penatalaksanaan respiratori.

c. Menganjurkan makan sedikit, tapi sering dengan diet TKTP.



d. Menganjurkan keluarga untuk membawa makanan dari rumah terutama yang disukai oleh pasien dan kemudian makan bersama pasien jika tidak ada kontraindikasi.

Kolaborasi :
a. Mengajukan kepada ahli gizi untuk menentukan komposisi diet.

b. Memonitor pemeriksaan laboratorium, misal : BUN, serum protein, dan albumin.

c. Memberikan vitamin sesuai indikasi
Independen :
a. Me-kajian patologi penyakit (fase aktif/inaktif) dan potensial penyebaran infeksi melalui airborne droplet selama batuk,bersin,meludah,berbicara, tertawa,dll.

b. Menidentifikasi risiko penularan kepada orang lain seperti anggota keluarga dan teman dekat. Mengintruksikan kepada pasien jika batuk/bersin, maka ludahkan ke tissue.dan gunakan masker


c. Memonitor suhu sesuai indikasi.
Adanya perubahan fungsi respirasi dan penggunaan otot tambahan menandakan kondisi penyakit yang masih dalam kondisi penangan penuh.

Ketidakmampuan mengeluarkan sekret menjadikan timbulnya perasaan mual.


Posisi semi/high fowler memberikan kesempatan paru-paru berkembang secara maksimal akibat diafragma turun ke bawah. Batuk efektif mempermudah ekspektorasi mukus.


Pasien dalam kondisi sesak cenderung untuk bernafas melalui mulut yang jika tidak ditindaklanjuti akan mengakibatkan stomatitis .


Air digunakan untuk menggantikan keseimbangan cairan tubuh akibat cairan tubuh banyak keluar melalui pernafasan. Air hangat akan mempermudah pengenceran sekret melalui proses konduksi yang mengakibatkan arteri pada area sekitar leher vasodilatasi dan mempermudah cairan dalam pembuluh darah dapat diikat oleh mukus/sekret.


Berfungsi meningkatkan kadar tekanan parsial O2 dan saturasi O2 dalam darah.

Meningkatkan/memperlebar saluran udara.














Mempertebal dinding saluran udara (bronkhus).



















Menurunnya keaktifan dari mikroorganisme akan menurunkan respons inflamasi sehingga akan berefek pada berkurangnya produksi sekret.
Menjadi data fokus untuk menentukan rencana tindakan selanjutnya.








Meningkatkan kenyamanan daerah mulut sehingga akan meningkatkan perasaan nafsu makan.


Meningkatkan intake makanan dan nutrisi pasien, terutama kadar protein tinggi yang dapat meningkatkan mekanisme tubuh dalam proses penyembuhan.


Merangsang pasien untuk bersedia meningkatkan intake makanan yang berfungsi sebagai sumber energi bagi penyembuhan.






Menentukan kebutuhan nutrisi yang tepat bagi pasien.




Mengontrol keefektifan tindakan terutama dengan kadar protein darah.




Meningkatkan komposisi tubuh akan kebutuhan vitamin dan nafsu makan pasien.

Untuk mengetahui kondisi nyata dari masalah pasien fase inaktif tidak berarti tubuh pasien sudah terbebas dari kuman tuberkulosis.








Mengurangi risiko anggota keluarga untuk tertular dengan penyakit yang sama dengan pasien.serts meminimalkan penyebaran infeks







Peningkatan suhu menandakan terjadinya infeksi sekunder.














BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Tuberkulosis paru-paru merupakan penyakit infeksi yang menyerang parenkim paru -paru yang disebabkan oleh mycobacterium tuberculosis dengan gejala yang sangat bervariasi, kebanyakan menyerang struktur alveolar paru.
Ada dua jenis yaitu bakteri Mycobacterium tuberkulosis:
a. Mycobacterium tuberkulosis hominis, merupakan sebagian besar kasus TB.
b. Mycobacterium tuberkulosis bovis, TB orofaring dan intestinum.

Klasifikasi TB Paru :
a. TB Paru BTA Positif .
b. TB Paru BTA Negatif .
c. Bekas TB Paru.

Tanda dan gejalanya adalah batuk,batuk darah,sesak napas, nyeri dada,demam, keringat malam, anoreksia, penurunan berat badan, muntah darah dan epitaksis.

Diagnosa keperawatan TB Paru antara lain :
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif yang berhubungan dengan Sekret kental dan mengandung darah
2. Ketidakseimbangan nutrisi,kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan Perasaan mual
3. Resiko penyebaran infeksi, yang berhubungan dengan Kurangnya pengetahuan untuk mencegah paparan dari kuman patogen.

B. Saran
Penulis sangat mengharapkan kritik dan saran dari pihak instansi pengajar maupun mahasiswa dan mahasiswi STIKes Payung Negeri demi kesempurnaan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif,dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi 3 jilid 2.Media Aesculapius:FKUI 2001.
Brunner & suddarth. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8.Jakarta:EGC.
Nanda, Diagnosa Keperawatan.2005-2006. Definisi dan Klasifikasi.

Price, Sylvia Anderson. 2006. Patofisiologi edisi 6. Jakarta:EGC.
http://www.fkep.unpad.ac.id/2008/05/asuhan-keperawatan-pada-pasien-dengan-tbc-paru/.11 Mei 2011.